Sabtu, 17 Mei 2025
​Polisi Didesak Bergerak Cepat Tangani Kasus Anak Hilang
​Polisi Didesak Bergerak Cepat Tangani Kasus Anak Hilang

​Polisi Didesak Bergerak Cepat Tangani Kasus Anak Hilang

​Polisi Didesak Bergerak Cepat Tangani Kasus Anak Hilang

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
​Polisi Didesak Bergerak Cepat Tangani Kasus Anak Hilang
​Polisi Didesak Bergerak Cepat Tangani Kasus Anak Hilang

​Polisi Didesak bergerak cepat kasus anak hilang terus menjadi sorotan publik di Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah kasus hilangnya anak di berbagai daerah viral di media sosial, memunculkan pertanyaan besar. Sejauh mana keseriusan dan kecepatan aparat penegak hukum, terutama kepolisian, dalam menangani laporan anak hilang? Dalam banyak kasus, publik mendesak kepolisian untuk bertindak cepat, sigap, dan manusiawi, karena keterlambatan bisa berarti kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan nyawa anak-anak tersebut.

Dalam enam bulan terakhir, jumlah laporan anak hilang yang masuk ke berbagai kantor polisi di Indonesia meningkat secara signifikan. Laporan dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mencatat bahwa dari Januari hingga Juni 2025, tercatat lebih dari 1.700 laporan anak hilang secara nasional. Angka ini meningkat hampir 25 persen di bandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini membuat kekhawatiran publik semakin besar, karena tak hanya menyangkut angka, tetapi menyangkut nyawa anak-anak yang belum tentu bisa kembali ke pelukan keluarga mereka.

Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia, Prof. Rahmat Setiawan, menyebutkan bahwa sebagian besar kasus anak hilang terjadi akibat kelalaian orang tua dalam pengawasan, namun sebagian lainnya di sebabkan oleh faktor kriminal seperti penculikan, eksploitasi anak, hingga perdagangan manusia. “Yang membuat miris adalah sebagian besar laporan tidak segera di tanggapi secara serius oleh pihak berwajib. Beberapa kasus bahkan baru di tindaklanjuti setelah menjadi viral di media sosial,” ujarnya.

​Polisi Didesak dari sisi regulasi, Indonesia memang belum memiliki sistem yang terstandarisasi untuk merespons kasus anak hilang secara cepat. Tidak ada platform nasional terpadu, tidak ada sistem alarm publik seperti Amber Alert yang di gunakan di Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan upaya pencarian lebih bergantung pada inisiatif lokal, yang sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain, baik dalam kualitas maupun kecepatan penanganan.

​Polisi Didesak Bergerak Cepat, Bukan Tunggu Viral

Polisi Didesak Bergerak Cepat, Bukan Tunggu Viral, aktivis perlindungan anak, organisasi masyarakat sipil, hingga tokoh-tokoh publik menegaskan pentingnya perubahan pendekatan dalam penanganan kasus ini. Mereka meminta agar kepolisian tidak hanya bekerja berdasarkan viralitas atau tekanan publik, tetapi atas dasar empati dan profesionalisme.

Nurlela Harahap, koordinator dari Komunitas Save Our Children Indonesia, mengatakan bahwa sudah terlalu banyak keluarga korban anak hilang yang merasa di biarkan berjuang sendiri. “Seringkali mereka harus membuat poster sendiri, menyebar di media sosial, bahkan menyewa jasa pencari. Kepolisian baru terlihat serius ketika kasus sudah ramai di media. Ini ironis dan menyakitkan,” ujarnya.

Nurlela juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim surat terbuka kepada Kapolri agar membentuk satuan tugas khusus anak hilang yang terdiri dari anggota yang terlatih menangani kasus dengan kepekaan tinggi terhadap trauma keluarga. Ia menegaskan pentingnya SOP (Standard Operating Procedure) yang mengikat secara nasional, agar tidak ada lagi laporan anak hilang yang di abaikan atau di tunda penindakannya.

Desakan juga datang dari dunia pendidikan. Sekolah-sekolah melalui organisasi PGRI menyerukan agar polisi dan sekolah menjalin komunikasi yang intens. Menurut PGRI, pihak sekolah kerap kali tidak mendapat instruksi jelas dari pihak kepolisian saat terjadi kasus anak hilang di lingkungan pendidikan. Mereka meminta adanya jalur komunikasi resmi yang cepat antara institusi pendidikan dan aparat keamanan.

Menanggapi desakan tersebut, Divisi Humas Mabes Polri dalam keterangan tertulis menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap kritik masyarakat dan akan mengevaluasi prosedur penanganan kasus anak hilang. “Polri terus melakukan pembenahan internal, termasuk pelatihan petugas untuk lebih cepat dan tanggap. Namun masyarakat juga di imbau untuk segera melapor dan memberikan informasi selengkap mungkin,” tulis mereka.

Namun pernyataan ini di anggap belum cukup oleh banyak kalangan. Mereka menuntut bukti nyata di lapangan. Di tengah ketidakpastian, masyarakat menaruh harapan besar pada keseriusan institusi kepolisian untuk menjadikan kasus anak hilang sebagai prioritas nasional.

Keluarga Korban: Antara Harapan Dan Trauma Yang Tak Kunjung Usai

Keluarga Korban: Antara Harapan Dan Trauma Yang Tak Kunjung Usai, ada keluarga yang hidup dalam bayang-bayang kecemasan, kehilangan, dan harapan yang tidak pernah padam. Tak sedikit dari mereka yang jatuh sakit karena tekanan mental dan ketidakpastian yang terus berlarut.

Siti Rahmah, seorang ibu dari Semarang, menceritakan kisah pilunya kehilangan anak laki-laki berusia 10 tahun sejak enam bulan lalu. Hingga kini, tidak ada kabar keberadaannya. “Setiap hari saya hanya bisa menangis. Polisi bilang masih di selidiki, tapi tidak ada perkembangan. Saya harus berhenti bekerja untuk mencarinya sendiri,” katanya dengan suara bergetar.

Keluarga seperti Siti menghadapi dua beban berat sekaligus: kehilangan orang tercinta dan minimnya dukungan dari negara. Selain beban emosional, banyak keluarga juga menghadapi masalah finansial karena harus meninggalkan pekerjaan atau mengeluarkan biaya besar untuk menyebar informasi, mencetak brosur, bahkan menyewa detektif swasta.

Menurut data dari Komnas PA, lebih dari 70 persen keluarga korban anak hilang tidak mendapatkan pendampingan psikologis dari negara. Padahal, trauma yang mereka alami bisa menyebabkan gangguan mental jangka panjang. Beberapa ibu bahkan mengalami depresi berat, sementara anak-anak lain dalam keluarga yang sama merasa tidak aman dan ikut terpengaruh secara emosional.

Psikolog keluarga dari Universitas Airlangga, Dr. Indra Cahya, menyatakan bahwa negara harus menyediakan mekanisme pendampingan yang sistematis. “Anak hilang bukan hanya soal kriminalitas, tapi juga soal krisis keluarga. Negara tidak boleh hanya hadir saat pencarian, tapi juga saat pemulihan,” ujarnya.

Sayangnya, hingga kini belum ada program khusus dari pemerintah yang secara nasional memberikan dukungan kepada keluarga korban anak hilang. Sebagian besar bergantung pada komunitas, relawan, dan LSM yang bergerak di bidang sosial. Hal ini menunjukkan adanya kekosongan peran negara dalam memberikan perlindungan holistik terhadap warganya yang paling rentan.

Perlu Sistem Nasional Anak Hilang Dan Kolaborasi Multisektor

Perlu Sistem Nasional Anak Hilang Dan Kolaborasi Multisektor, para ahli menilai bahwa Indonesia membutuhkan sistem nasional yang terintegrasi untuk menangani kasus anak hilang secara cepat, sistematis, dan berkelanjutan.

Dr. Andi Sudirman, pakar teknologi informasi keamanan dari ITS, mengatakan bahwa Indonesia mampu membuat sistem seperti Amber Alert jika ada kemauan politik. “Kita punya infrastruktur. Tinggal desain sistem digital pelaporan anak hilang yang terhubung dengan semua level—polisi, rumah sakit, bandara, terminal, bahkan media,” katanya.

Ia menyarankan agar setiap laporan anak hilang bisa langsung masuk ke sistem nasional yang otomatis memicu peringatan publik—baik melalui media sosial, aplikasi, maupun papan informasi di tempat umum. Peringatan ini dapat mencakup foto anak, waktu hilang, lokasi terakhir, dan nomor kontak polisi.

Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta juga di nilai penting. Misalnya, dengan perusahaan transportasi, aplikasi ojek online, dan penyedia layanan internet. Mereka bisa menjadi mitra dalam menyebarkan informasi atau melacak keberadaan anak melalui teknologi yang mereka miliki.

Dari sisi pemerintah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan tengah menyusun peta jalan penanganan anak hilang secara nasional. Polisi Di desak Bergerak Cepat namun mereka mengakui masih terkendala anggaran. Dan belum ada payung hukum kuat yang mewajibkan kepolisian bertindak cepat dalam jangka waktu tertentu.

Dengan cepat, masyarakat terus berharap. Setiap menit yang berlalu adalah detik yang berharga. Karena di luar sana, bisa jadi ada seorang anak yang menanti di temukan—dan. Sebuah keluarga yang berharap keajaiban datang lebih cepat agar Polisi Didesak.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait