Rabu, 12 November 2025
Kepala Teknik Tambang: Jadi Tersangka Longsor Gunung Kuda
Kepala Teknik Tambang: Jadi Tersangka Longsor Gunung Kuda

Kepala Teknik Tambang: Jadi Tersangka Longsor Gunung Kuda

Kepala Teknik Tambang: Jadi Tersangka Longsor Gunung Kuda

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Kepala Teknik Tambang: Jadi Tersangka Longsor Gunung Kuda
Kepala Teknik Tambang: Jadi Tersangka Longsor Gunung Kuda

Kepala Teknik Tambang PT BMS, Dedy Irawan, resmi di tetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dalam kasus longsor tambang batu bara di kawasan Gunung Kuda, Kutai Kartanegara, yang menewaskan tujuh pekerja tambang. Penetapan status hukum ini di umumkan pada Jumat, 30 Mei 2025, setelah melalui serangkaian pemeriksaan terhadap manajemen tambang, saksi pekerja, serta analisis dokumen perizinan dan pelaksanaan operasional tambang.

Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Pol Adi Setiawan, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa penetapan tersangka di dasarkan pada hasil investigasi yang menunjukkan adanya kelalaian fatal dalam pengelolaan sistem keselamatan kerja dan mitigasi risiko geologi di area tambang. “Berdasarkan bukti dan keterangan saksi, kami menemukan bahwa tersangka tidak menjalankan kewajiban sebagaimana di atur dalam UU Minerba terkait standar operasional keselamatan kerja,” jelasnya.

Kronologi peristiwa menyebutkan bahwa longsor terjadi pada 24 Mei 2025 sekitar pukul 15.40 WITA, saat pekerja sedang melakukan aktivitas penggalian pada tebing batu bara yang berada pada kemiringan ekstrem. Cuaca yang lembab akibat hujan ringan selama tiga hari sebelumnya memperparah kondisi struktur tanah. Namun, tidak ada tindakan preventif yang di ambil, bahkan pekerjaan tetap di lanjutkan meski ada indikasi retakan tanah yang telah muncul sejak pagi hari.

Kepala Teknik Tambang, dalam keterangannya, mengakui bahwa ada kelalaian dalam pengambilan keputusan terkait penghentian sementara aktivitas tambang. Namun, ia berdalih bahwa keputusan tetap beroperasi merupakan tekanan dari pemilik modal karena target produksi yang harus di capai pada akhir Mei. Penyidik menilai alasan tersebut tidak dapat menghapus unsur kelalaian dalam tanggung jawab profesi KTT sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan operasional tambang.

Tragedi Gunung Kuda: Tujuh Nyawa Melayang, Keluarga Tuntut Keadilan

Tragedi Gunung Kuda: Tujuh Nyawa Melayang, Keluarga Tuntut Keadilan menorehkan luka mendalam bagi keluarga korban yang kehilangan anggota keluarganya dalam insiden tersebut. Tujuh pekerja tambang, masing-masing berasal dari Kutai Kartanegara dan sekitarnya, tewas tertimbun material longsoran batu bara dan tanah basah sedalam lebih dari 10 meter. Proses evakuasi yang memakan waktu lebih dari 24 jam memperlihatkan betapa buruknya kesiapan darurat tambang tersebut.

Salah satu keluarga korban, Sulastri (41), istri dari almarhum Rudi Hartanto, menyampaikan kekecewaan mendalam atas lambatnya penanganan awal perusahaan. “Kami baru di beritahu hampir malam setelah kejadian. Waktu kami datang ke lokasi, area sudah penuh dengan alat berat dan belum ada evakuasi yang berjalan cepat,” katanya sambil menahan tangis. Ia menambahkan bahwa pihak keluarga merasa di tinggalkan tanpa kepastian sejak awal kejadian.

Pihak perusahaan sempat menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban dan menjanjikan santunan senilai Rp150 juta per korban. Namun, sebagian keluarga menolak menandatangani surat pernyataan penerimaan kompensasi karena menganggap belum ada pertanggungjawaban yang jelas dari pihak manajemen. LSM Advokasi Tambang Rakyat (ATR) turut mendampingi beberapa keluarga dalam upaya menuntut penyelesaian hukum yang transparan dan adil.

Aktivis lingkungan sekaligus pegiat keselamatan kerja, Dimas Ramadhan, menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi preseden penting bagi penegakan hukum terhadap perusahaan tambang yang abai terhadap keselamatan pekerja. “Kematian tujuh pekerja bukan sekadar angka, melainkan gambaran sistemik dari kegagalan pengawasan dan lemahnya budaya keselamatan di tambang-tambang kita,” ujarnya.

Kementerian ESDM melalui Inspektorat Tambang juga telah mengirimkan tim audit teknis ke lokasi guna memastikan sejauh mana pelanggaran di lakukan oleh perusahaan. Pemeriksaan ini mencakup aspek desain lereng, kelayakan teknis tambang, sistem pemantauan geoteknik, dan catatan inspeksi berkala. Jika terbukti melanggar aturan teknis, perusahaan berisiko di kenai sanksi administratif berat, termasuk pencabutan izin operasi.

Tanggung Jawab Perusahaan Tambang: Antara Regulasi Dan Realita Lapangan Menurut Kepala Teknik Tambang

Tanggung Jawab Perusahaan Tambang: Antara Regulasi Dan Realita Lapangan Menurut Kepala Teknik Tambang dan tanggung jawab Kepala Teknik Tambang sebagai ujung tombak keselamatan kerja di lapangan. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018, KTT wajib menjamin seluruh aktivitas tambang di lakukan sesuai dengan prinsip keselamatan, pengelolaan lingkungan, dan keberlanjutan operasi. Namun, dalam praktiknya, banyak tambang yang mengabaikan prosedur tersebut demi mengejar produksi dan efisiensi biaya.

Dalam kasus Gunung Kuda, laporan dari inspektorat tambang sebelumnya sebenarnya telah. Memberikan catatan merah terhadap sistem pemantauan longsor dan kurangnya pelatihan evakuasi. Namun, hasil audit tersebut tidak di tindaklanjuti secara serius oleh perusahaan. Bahkan, sejumlah pekerja mengaku tidak pernah mengikuti simulasi evakuasi atau menerima pelatihan standar keselamatan sejak bergabung dengan perusahaan.

Ketika terjadi longsor, sistem peringatan dini tidak aktif dan prosedur tanggap darurat tidak berjalan efektif. Beberapa alat berat yang seharusnya di gunakan untuk penyelamatan justru tidak berfungsi karena kurang perawatan. Kegagalan sistemik ini menjadi sorotan utama dalam penyidikan kasus yang kini di tangani oleh kepolisian dan Kementerian ESDM.

Direktur Eksekutif Indonesian Mining Safety Institute (IMSI), Ferry Djohar, menyebut bahwa masih banyak perusahaan tambang. Yang menjadikan KTT sebagai “tameng hukum” tanpa benar-benar memberdayakan fungsi pengawasan teknis secara menyeluruh. “KTT seringkali di posisikan hanya sebagai formalitas dalam struktur organisasi. Sementara keputusan strategis tetap di ambil oleh pemilik modal tanpa mempertimbangkan aspek teknis dan keselamatan,” tegasnya.

Ke depan, pembenahan regulasi di nilai perlu lebih tajam. Pemerintah di desak untuk menegakkan sanksi terhadap perusahaan, bukan hanya pada individu. Pendekatan kolektif dalam pertanggungjawaban hukum akan memaksa perusahaan untuk lebih serius membangun budaya keselamatan dan menghormati regulasi teknis yang ada.

Reformasi Keselamatan Tambang: Harapan Dan Tantangan Ke Depan

Reformasi Keselamatan Tambang: Harapan Dan Tantangan Ke Depan bagi industri tambang nasional untuk mengevaluasi sistem keselamatan kerja secara menyeluruh. Kejadian ini bukan yang pertama dalam sejarah tambang Indonesia, dan bukan. Tidak mungkin akan terulang jika tidak ada reformasi kebijakan dan pengawasan yang ketat. Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah berjanji akan memperketat mekanisme audit. Dan pengawasan terhadap tambang-tambang aktif, terutama yang berada di wilayah rawan longsor.

Salah satu langkah konkret yang mulai dibicarakan adalah implementasi sistem pemantauan. Geoteknik digital secara real-time yang wajib di pasang di seluruh tambang terbuka. Sistem ini memungkinkan prediksi awal terhadap potensi longsor berdasarkan pergerakan tanah dan curah hujan yang tercatat. Namun, tantangan muncul pada kemampuan perusahaan tambang skala menengah ke bawah yang belum memiliki kapasitas keuangan dan teknologi untuk mengadopsinya.

Dari sisi pekerja, serikat buruh tambang mendesak agar pelatihan keselamatan menjadi kewajiban mutlak dan dijalankan secara rutin. “Pelatihan bukan hanya formalitas. Harus ada simulasi, inspeksi berkala, dan keterlibatan aktif pekerja dalam sistem pelaporan risiko,” ujar Tono Rachmadi, Ketua Serikat Pekerja Tambang Nasional.

Kepala Badan Geologi Nasional, Dr. Nurul Fitri, mengingatkan bahwa wilayah Indonesia yang dikelilingi. Struktur geologi kompleks membutuhkan pendekatan ekstra hati-hati dalam aktivitas tambang terbuka. “Kita tidak bisa menyamaratakan semua wilayah. Daerah dengan potensi longsor tinggi harus memiliki sistem pengawasan berlapis dan kebijakan produksi yang adaptif terhadap cuaca ekstrem,” jelasnya.

Masyarakat pun diharapkan lebih kritis dalam mengawasi operasional tambang di sekitar wilayah tempat tinggal mereka. Tanpa tekanan publik dan transparansi informasi, kejadian seperti longsor Gunung Kuda akan sulit dicegah. Reformasi keselamatan tambang hanya akan berhasil jika seluruh elemen—pemerintah, perusahaan. Pekerja, dan masyarakat—bekerja dalam satu ekosistem tanggung jawab bersama dari Kepala Teknik Tambang.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait