Sabtu, 12 Juli 2025
Korea Utara Alami Pemadaman Internet Selama Sembilan Jam
Korea Utara Alami Pemadaman Internet Selama Sembilan Jam

Korea Utara Alami Pemadaman Internet Selama Sembilan Jam

Korea Utara Alami Pemadaman Internet Selama Sembilan Jam

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Korea Utara Alami Pemadaman Internet Selama Sembilan Jam
Korea Utara Alami Pemadaman Internet Selama Sembilan Jam

Korea Utara pada awal Juni 2025, dunia di kejutkan oleh laporan pemadaman internet total di Korea Utara yang berlangsung selama sembilan jam penuh. Peristiwa ini di mulai pada pukul 03.00 dini hari waktu setempat dan berlangsung hingga pukul 12.00 siang. Pemadaman ini tidak hanya berdampak pada layanan internet publik—yang memang sudah sangat terbatas—tetapi juga memutus konektivitas jalur diplomatik, media asing, serta komunikasi digital antar lembaga pemerintah Korea Utara sendiri.

Korea Utara sendiri memang memiliki struktur internet yang sangat berbeda dari negara-negara lain. Akses internet global hanya tersedia bagi segelintir elit pemerintah dan pihak asing yang di izinkan secara resmi, sedangkan mayoritas masyarakat Korea Utara hanya bisa mengakses intranet nasional yang di sebut Kwangmyong.

Meski demikian, pemadaman ini menunjukkan bahwa bahkan dalam sistem digital yang tertutup pun, gangguan besar dapat terjadi dan menimbulkan dampak signifikan, baik dalam aspek komunikasi, pemerintahan, hingga persepsi global terhadap stabilitas dalam negeri Korea Utara. Banyak pihak meyakini bahwa kejadian ini bukan sekadar insiden teknis, tetapi terkait erat dengan dinamika internal maupun eksternal yang sedang berlangsung di Semenanjung Korea.

Korea Utara, beberapa laporan tidak resmi dari warga Korea Utara yang berhasil keluar dari negara tersebut menyebutkan bahwa ketika terjadi gangguan jaringan, aktivitas militer di sejumlah titik perbatasan justru meningkat. Ada pergerakan kendaraan taktis dan pengetatan wilayah militer yang di lakukan bersamaan dengan pemadaman internet. Hal ini memperkuat asumsi bahwa pemutusan akses digital tersebut bukan sekadar masalah teknis, melainkan bagian dari operasi internal yang di rancang khusus.

Dugaan Serangan Siber Dan Ketegangan Regional Dengan Korea Utara

Dugaan Serangan Siber Dan Ketegangan Regional Dengan Korea Utara, segera setelah laporan pemadaman menyebar, berbagai spekulasi pun bermunculan. Salah satu teori paling kuat yang mencuat adalah dugaan serangan siber dari pihak luar, baik sebagai aksi balasan terhadap aktivitas peretasan Korea Utara atau sebagai bentuk tekanan dalam ketegangan geopolitik.

Korea Utara di kenal sebagai salah satu negara yang aktif menjalankan operasi siber ofensif. Kelompok hacker yang di duga memiliki afiliasi dengan pemerintah Korea Utara, seperti Lazarus Group, telah terlibat dalam berbagai serangan siber skala besar, termasuk peretasan bank, pencurian mata uang kripto, dan spionase digital terhadap pemerintah negara lain. Dengan reputasi tersebut, tidak mengherankan jika dunia menduga bahwa pemadaman ini merupakan hasil dari aksi balasan dunia internasional.

Namun, ada pula analis yang meyakini bahwa pemadaman ini adalah tindakan internal yang di sengaja. Korea Utara beberapa kali di ketahui menonaktifkan sistem komunikasi mereka ketika akan melakukan uji coba militer atau saat menghadapi isu domestik yang sensitif. Dengan memutus jaringan, pemerintah bisa memastikan tidak ada informasi yang bocor ke luar dan menjaga stabilitas narasi internal yang di kendalikan ketat oleh media negara.

Beberapa pakar teknologi memperkirakan kemungkinan terjadinya “network re-routing” sebagai bagian dari uji coba sistem keamanan digital baru oleh pemerintah Korea Utara. Mereka bisa jadi sedang mengalihkan infrastruktur digital ke jalur-jalur alternatif yang tidak di ketahui publik. Proses ini bisa menyebabkan pemadaman temporer yang sifatnya di sengaja namun tidak di umumkan ke luar negeri.

Tanggapan internasional terhadap kejadian ini pun beragam. Pemerintah Jepang menyatakan keprihatinan terhadap meningkatnya potensi konflik di kawasan, sementara China—sebagai sekutu dekat Korea Utara—mengimbau semua pihak untuk menahan diri dan tidak menyebarkan spekulasi yang bisa memicu ketegangan lebih lanjut. PBB melalui juru bicara Sekjen juga menyatakan akan memantau situasi ini dengan cermat.

Dampak Terhadap Diplomasi Dan Pengawasan Internasional

Dampak Terhadap Diplomasi Dan Pengawasan Internasional sangat terbatas, pemadaman ini tetap. Memberikan dampak serius, terutama terhadap jalur diplomasi dan komunikasi internasional. Beberapa kedutaan besar yang beroperasi di Pyongyang, termasuk. Dari Tiongkok, Rusia, dan sedikit negara lainnya, mengalami kesulitan untuk menghubungi kantor pusat mereka. Bahkan komunikasi via email dan VPN khusus yang selama ini berjalan lancar sempat benar-benar terputus.

Hal ini menjadi kendala besar, khususnya dalam konteks pemantauan bantuan kemanusiaan. Pengawasan HAM, serta koordinasi program multilateral yang melibatkan lembaga internasional seperti PBB. Banyak lembaga donor dan pengamat internasional kesulitan melakukan kontak dengan mitra mereka di Korea Utara. Bagi dunia luar, blackout ini menciptakan semacam ‘tirai digital’ yang semakin mengaburkan situasi di dalam negeri.

Tidak hanya itu, pengamat militer juga mencatat bahwa blackout digital semacam ini bisa mengindikasikan persiapan untuk kegiatan militer rahasia. Ketika seluruh jaringan di putus, ada kemungkinan pemerintah tengah mempersiapkan uji coba misil atau latihan militer skala besar yang tidak ingin di ketahui dunia luar.

Negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan Jepang pun meningkatkan kewaspadaan mereka. Kedua negara tersebut memiliki sistem radar dan satelit pemantau yang terus mengamati pergerakan di Korea Utara. Tetapi gangguan komunikasi internet menambah tantangan baru dalam proses pengumpulan data intelijen.

Para analis juga melihat adanya potensi perubahan pola komunikasi internal di kalangan elite. Dengan terbatasnya akses digital, bukan tidak mungkin terjadi peningkatan penggunaan metode lama seperti kurir fisik. Sandi militer, hingga pengiriman dokumen tertutup antar pejabat tinggi. Hal ini membuat pengawasan terhadap aktivitas internal negara tersebut menjadi semakin sulit di lakukan.

Apa Selanjutnya? Ancaman Cyber Dan Ketergantungan Infrastruktur Global

Apa Selanjutnya? Ancaman Cyber Dan Ketergantungan Infrastruktur Global ini menjadi pengingat global bahwa bahkan sistem jaringan yang paling tertutup pun rentan terhadap gangguan. Dalam era digital, infrastruktur teknologi informasi telah menjadi aset vital yang tak kalah pentingnya dengan pangkalan militer atau sistem listrik. Pemutusan koneksi internet, apalagi dalam skala nasional, bisa memiliki konsekuensi besar. Tidak hanya dari sisi komunikasi, tetapi juga keamanan dan stabilitas geopolitik.

Bagi Korea Utara, insiden ini kemungkinan besar akan mendorong mereka untuk memperkuat arsitektur digital mereka. Baik melalui peningkatan firewall nasional, pelatihan ulang unit siber, maupun pengembangan sistem enkripsi yang lebih canggih. Pyongyang selama ini sangat bergantung pada bantuan Tiongkok dalam mengakses. Infrastruktur digital eksternal, dan insiden ini mungkin juga memperdalam ketergantungan tersebut.

Sementara bagi dunia internasional, blackout ini menjadi panggilan untuk memperkuat deteksi dini terhadap. Kemungkinan serangan siber maupun tindakan tertutup dari negara-negara dengan tingkat transparansi rendah. Ini juga mendorong perlunya kerja sama regional di bidang keamanan digital dan diplomasi siber.

Insiden ini membuka banyak bab baru dalam diskusi global mengenai kebebasan digital, kedaulatan siber, dan peran teknologi dalam konflik internasional. Satu hal yang pasti, pemadaman internet sembilan jam di Korea Utara telah menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Dan dunia akan terus mengawasi dengan cermat setiap tanda yang muncul dari balik tirai besi digital Pyongyang.

Selain itu, para pembuat kebijakan global kini semakin menyadari perlunya menyusun regulasi siber yang bersifat preventif dan bukan hanya reaktif. Keamanan digital tidak bisa lagi dianggap sebagai urusan teknis semata, melainkan sudah menjadi bagian integral dari diplomasi, keamanan nasional, bahkan hak asasi manusia. Dalam kasus Korea Utara ini, blackout sembilan jam bisa jadi hanya permukaan dari pergerakan besar yang sedang dipersiapkan. Dan dunia tidak bisa membiarkan diri tertinggal dalam persiapan menghadapi babak baru konflik digital global dengan Korea Utara.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait